Jumat, 03 Januari 2014

Penyesalan Tiada Arti


Disuatu pagi yang kelabu, seorang pemuda tengah duduk di salah satu bangku yang tersedia di taman. Dia baru saja kehilangan orang yang paling dia sayang. Orang yang selalu ada disaat ia susah maupun senang. Rasanya ia ingin mati saja menghadapi hidup ini. Untuk bangkit dari tempat itupun ia tak mampu. Dia teringat bagaimana kenangan dulu saat ia masih bersama orang itu. Ada canda, tawa, tangis, dan banyak hal lainnya yang telah mereka lalui bersama.

Sudah sekitar 2 jam ia termenung dan tidak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi.

“Hai anak muda, sedang apa kau disini?” ucap seseorang secara tiba-tiba. 

“Apa pedulimu?” ucapnya tak perduli tanpa menoleh sedikitpun.

“Aku tau kau sedang sedih” lanjut si kakek tua itu.

“Jika kau tau, untuk apa kau bertanya lagi?” balasnya dengan tatapan jengkel.

Setelah beberapa menit berlalu dalam kesunyian, kakek tua tersebut menghela nafas sambil merubah posisi duduknya agar lebih nyaman. Ia pun melanjutkan ucapannya dengan suara yang sangat tenang.

“Kehilangan orang yang sangat berarti itu memang sangat menyiksa. Aku juga pernah mengalaminya, saat istri dan kedua anakku pergi meninggalkanku. Itupun terjadi karena kesalahanku. Aku dalam kondisi sangat marah saat itu, ketika aku sedang mengendarai mobil. Istriku berusaha untuk menenangkanku, tapi aku tidak memperdulikan kata-katanya. Kedua anakku terus saja menangis ketakutan karena mendengar bentakan-bentakan yang aku lontarkan kepada orang lain yang berimbas kepada keluargaku” ucap sang kakek dengan suara bergetar.

“Lalu, apa yang terjadi?” ucap pemuda itu sambil menatap simpatik kepada sang kakek.

“Karena tidak memperhatikan jalan dan fikiranku sedang terpecah belah oleh beberapa masalah, aku tidak menyadari ketika mobil yang kukendarai terus melaju ketika rambu lalu lintas berwarna merah. Tiba-tiba saja terjadi hantaman yang cukup keras menimpa mobil yang aku kemudikan. Mobil kami oleng dan menghatam tiang pembatas jalan, hingga tiba-tiba mobil itu meledak dan hanya aku yang selamat saat itu” lanjut sang kakek sambil menitikan air mata.

“Saat itu, aku sangat menyesal terhadap sikapku yang terlalu tempramental dan tidak bisa dikendalikan. Aku benci diriku sendiri, karena orang-orang yang paling aku cinta telah pergi meninggalkanku untuk selamanya. Lalu beberapa bulan setelah kejadian itu, aku mulai tersadar bahwa penyesalan dan keterpurukan itu tidak akan menggembalikan keadaan semula. Aku hanya bisa ber-doa semoga tuhan mau mengampuni semua kesalahanku” ucap sang kakek sambil menghela nafas.

Setelah medengar perkataan sang kakek, pemuda tersebut langsung diam dan merenung. Dia baru saja menyadari bahwa apa yang selama ini ia hadapi tidak sebanding dengan apa yang kakek tua itu alami. Memang dia kehilangan ibu yang selalu ada untukknya setiap saat, tetapi tidak sepantasnya ia terlalu menyesali takdir yang sedang ia hadapi. Karena tidak ada yang mengetahui umur seorang pun, tidak ada yang bisa mengubah, dan tidak ada yang bisa menawar. Semua sudah berada di tangan sang pencipta.

“Terima kasih banyak kek, sekarang aku baru menyadari bahwa aku sudah menyianyiakan waktu yang diberikan tuhan hanya untuk menyesali takdir yang telah terjadi. Mulai sekarang aku berjanji akan lebih mensyukuri apa yang terjadi padaku dan tidak akan pernah menyalahkan tuhan atas takdir-ku” ucapnya dengan sungguh-sungguh.

“Jangan berjanji padaku, berjanjilah kepada dirimu sendiri” ucap sang kakek sambil tersenyum.

Lalu pemuda itu bangkit dari duduknya dan dia mulai berjalan menuju rumah yang telah memberikan banyak kenangan yang terelip disetiap sudutnya.

“Ibu, aku berjanji padamu dan pada diriku sendiri, aku tidak akan seperti ini lagi, aku akan terus melanjutkan hidupku tanpa adanya keterpurukan dan penyesalan.”

TAMAT

Created by : Novia Laelatul S

*******


0 komentar:

Posting Komentar

 
Bienvenue Atul's Blog Blogger Template by Ipietoon Blogger Template