Disuatu pagi yang kelabu, seorang
pemuda tengah duduk di salah satu bangku yang tersedia di taman. Dia baru saja
kehilangan orang yang paling dia sayang. Orang yang selalu ada disaat ia susah
maupun senang. Rasanya ia ingin mati saja menghadapi hidup ini. Untuk bangkit
dari tempat itupun ia tak mampu. Dia teringat bagaimana kenangan dulu saat ia
masih bersama orang itu. Ada canda, tawa, tangis, dan banyak hal lainnya yang
telah mereka lalui bersama.
Sudah sekitar 2 jam ia termenung dan tidak menyadari jika
ada seseorang yang memperhatikannya sejak tadi.
“Hai anak muda, sedang apa kau disini?” ucap seseorang
secara tiba-tiba.
“Apa pedulimu?” ucapnya tak perduli tanpa menoleh
sedikitpun.
“Aku tau kau sedang sedih” lanjut si kakek tua itu.
“Jika kau tau, untuk apa kau bertanya lagi?” balasnya
dengan tatapan jengkel.
Setelah beberapa menit berlalu dalam kesunyian, kakek tua
tersebut menghela nafas sambil merubah posisi duduknya agar lebih nyaman. Ia
pun melanjutkan ucapannya dengan suara yang sangat tenang.
“Kehilangan orang yang sangat berarti itu memang sangat
menyiksa. Aku juga pernah mengalaminya, saat istri dan kedua anakku pergi
meninggalkanku. Itupun terjadi karena kesalahanku. Aku dalam kondisi sangat
marah saat itu, ketika aku sedang mengendarai mobil. Istriku berusaha untuk
menenangkanku, tapi aku tidak memperdulikan kata-katanya. Kedua anakku terus
saja menangis ketakutan karena mendengar bentakan-bentakan yang aku lontarkan
kepada orang lain yang berimbas kepada keluargaku” ucap sang kakek dengan suara
bergetar.
“Lalu, apa yang terjadi?” ucap pemuda itu sambil menatap
simpatik kepada sang kakek.
“Karena tidak memperhatikan jalan dan fikiranku sedang
terpecah belah oleh beberapa masalah, aku tidak menyadari ketika mobil yang
kukendarai terus melaju ketika rambu lalu lintas berwarna merah. Tiba-tiba saja
terjadi hantaman yang cukup keras menimpa mobil yang aku kemudikan. Mobil kami
oleng dan menghatam tiang pembatas jalan, hingga tiba-tiba mobil itu meledak
dan hanya aku yang selamat saat itu” lanjut sang kakek sambil menitikan air
mata.
“Saat itu, aku sangat menyesal terhadap sikapku yang
terlalu tempramental dan tidak bisa dikendalikan. Aku benci diriku sendiri,
karena orang-orang yang paling aku cinta telah pergi meninggalkanku untuk
selamanya. Lalu beberapa bulan setelah kejadian itu, aku mulai tersadar bahwa
penyesalan dan keterpurukan itu tidak akan menggembalikan keadaan semula. Aku
hanya bisa ber-doa semoga tuhan mau mengampuni semua kesalahanku” ucap sang
kakek sambil menghela nafas.
Setelah medengar perkataan sang
kakek, pemuda tersebut langsung diam dan merenung. Dia baru saja menyadari
bahwa apa yang selama ini ia hadapi tidak sebanding dengan apa yang kakek tua
itu alami. Memang dia kehilangan ibu yang selalu ada untukknya setiap saat,
tetapi tidak sepantasnya ia terlalu menyesali takdir yang sedang ia hadapi.
Karena tidak ada yang mengetahui umur seorang pun, tidak ada yang bisa
mengubah, dan tidak ada yang bisa menawar. Semua sudah berada di tangan sang
pencipta.
“Terima kasih banyak kek, sekarang aku baru menyadari bahwa
aku sudah menyianyiakan waktu yang diberikan tuhan hanya untuk menyesali takdir
yang telah terjadi. Mulai sekarang aku berjanji akan lebih mensyukuri apa yang
terjadi padaku dan tidak akan pernah menyalahkan tuhan atas takdir-ku” ucapnya
dengan sungguh-sungguh.
“Jangan berjanji padaku, berjanjilah kepada dirimu sendiri”
ucap sang kakek sambil tersenyum.
Lalu pemuda itu bangkit dari duduknya dan dia mulai
berjalan menuju rumah yang telah memberikan banyak kenangan yang terelip
disetiap sudutnya.
“Ibu, aku berjanji padamu dan pada diriku sendiri, aku
tidak akan seperti ini lagi, aku akan terus melanjutkan hidupku tanpa adanya
keterpurukan dan penyesalan.”
TAMAT
Created by : Novia Laelatul S
*******